Labels

Tuesday, November 1, 2016

sekitar itu Luas




Aku berada di kota buruh. Dimana malam dan siang adalah bekerja. Yang ada disini kebanyakan pendatang. Datang untuk makan. bahkan ada yang datang jualan makan, hanya untuk makan.

Malam itu, aku keluar kontrakan, hanya mencari keramaian. Untuk menghilangkan sepi dengan keadaan.menyusuri setiap jalan. Hanya untuk menghapus kenangan.

Aku berhenti dibawah rangkaian besi penopang kabel penghantar arus listrik. Namun sepi hati tak terusik. Hati ini terus berbisik. Aku berada ditengah lalu lintas. Antara jalur kanan dan kiri. Aku tak sendiri. Masih ada sejuta pahit yang mengendap dalam kopi.

Sekadar melepas lelah, tubuh ini merebah. Bersama rumput serta embun yang kian merekah. Tanganku bergandeng untuk menopang kepala dan otak yang terus saja berbicara. Langit malam ini cerah bahkan tak satupun bintang terlihat. Hanya beberapa kilat. Namun tak terdengar satupun gemuruh suara dari kilat tersebut. Apa malam ini terlalu bising?

Ya, memang beberapa roda dua seakan berteriak “minggir, aku ini si kilat. Cepat adalah segalanya” tak jarang juga mungkin terburu-buru mengejar waktu yang tak pernah berhenti.

Diatas roda juga kadang terlihat dua hati sedang berbagi kasih. Berpeluk mesra. Seakan angin malam adalah alasan peluk itu terjadi. Tak jarang genggaman tangan seolah bercerita “Dunia, lihatlah aku. Aku cinta dia dan dia begitu pula”

Diseberang jalan, restoran. Seakan menawarkan kehangatan. Didalamnya manusia berkecukupan menyantap hidangan. Berpeluk dengan keadaan yang nyaman. Malam mereka mungkin cerah, Karena lampu restoran yang menyinari.

Disamping restoran, pedagang kopi hanya menunggu pelanggan. Serta berharap, esok ada hidangan. Tak jarang pula mereka meratapi lamunan. Ada juga menyalakan api rokok untuk menghangatkan badan. Malam mereka mungkin cerah, karena lampu jalan yang menemani.

Seketika itu aku mengingat seorang teman. Biasanya kami (aku dan Ali Fajari), sepulang sekolah kami ngobrol kesana-kemari namun diri kita masih ditempat yang sama. Tidak hanya berdua saja, kami biasanya berempat (tambahan Nely Fidiyaningsih dan Aulia Nurbaeti), bisa juga berenam (tambahan Anton Krisdiyanto dan Ina Amaliyana). Tak jarang berlima (anton Absen). Kami melihat dan mengomentari sekitar kota, khususnya depan RSUD Brebes. Itu yang mengajariku, untuk melihat sekitar.

Ya, sekitar adalah luas. Dimana saat kau melihat kedepan, kau seakan buta yang ada di kanan, kiri, belakang, atas dan bawah. Saat mendengar suara juga begitu. Saat mendengar yang di depan, kau seakan tuli tentang yang di kanan, kiri, belakang, atas dan bawah. Karena itu tak semua orang yang berkecukupan penuh bahagia. Dan tak jarang orang ditepi jalan selalu berpeluk dengan kesedihan.

Aku melihat keadaan dengan begitu bebasnya disini. Karena mereka seolah tak menyadari arti hadirku. Dan aku sadar, aku melihat mereka karena aku tak mau menatap diriku sendiri. Aku berada dalam keramaian. Namun masih berpeluk dengan kesepian.



*maaf apabila ada yang salah dalam penulisan nama.

No comments:

Post a Comment